watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

IBU SEKDES DIDESA TERPENCIL


Pada waktu KKN di suatu daerah terpencil di Jawa
Tengah (Di suatu desa kecil yang belum
terjangkau angkutan dari arah kota, bahkan untuk
mencapai jalan raya yang dilalui mobil angkutan,
harus berjalan kaki selama 2 jam), kukira
warganya masih terbelakang dan kurang
pergaulan. Maklum di salah satu dusun, yang
dihuni sekitar 100 keluarga, hanya satu yang
mempunyai TV dengan menggunakan aki. Tetapi
kenyataannya lain. Inilah pengalamanku hidup
ditengah-tengah penduduk tersebut, tentu saja
pengalamanku di bidang seks.


Aku kebetulan menginap di rumah Sekdes, yang
ternyata seorang ibu muda berumur aku taksir
kurang dari 40 tahun. Langsing, kulitnya mulus
dan rupawan. Memang lain dibandingkan dengan
penduduk kebanyakan di sekitarnya. Dan yang
menjadikan aku sangat bernafsu adalah karena
statusnya yang janda beranak satu.
Disuatu sore, menjelang malam, ketika baru
datang dari kampus untuk konsultasi skripsi,
kudapati rumah Mbak Yati (begitulah panggilan
Sekretaris Desa yang rumahnya kutempati itu)
tampaknya sepi. Badanku basah kuyup, karena
kehujanan sepanjang perjalanan kaki dari jalan
raya. Aku dorong pintunya dan ternyata tidak
terkunci. Aku segera menuju ke kamarku, kulepas
semua pakaianku dan kukeringkan dengan
handuk. Tiba-tiba ada suatu langkah mendekati
kamarku, kuintip dari balik korden, Mbak Yati
mendekat ke kamarku. “Ini kesempatan,” pikirku.
Aku terus mengeringkan kepalaku dengan
handuk sehingga mataku tertutup dan pura-pura
tidak tahu kalau Mbak Yati mendatangi kamarku.


Tanpa kusengaja kemaluanku jadi bertambah
besar. Tergantung kesana-kemari ketika tubuhku
tergoncang karena gosokan yang keras di
kepalaku.
Benar saja Mbak Yati menyingkapkan korden,
namun aku pura-pura tidak melihatnya,
walaupun dari pori-pori handuk aku melihat Mbak
Yati dengan raut wajahnya agak terkejut, tetapi
dia diam saja. Bahkan sepertinya dengan
seksama memperhatikan alat vitalku yang makin
lama makin besar oleh tatapan Mbak Yati. Aku
pura-pura terkejut ketika kulepas handukku dari
kepalaku. “Oh, Mbak Yati, kirain siapa,” Aku
sengaja membiarkan kemaluanku tidak kututupi,
ada perasaan bangga mempertontonkan
kemaluanku disaat sedang gagah-gagahnya.

“Dik Windu, datang kok nggak bilang-bilang,”
bicaranya cukup tenang, seakan-akan tidak
melihatku aneh.
“Iya Mbak, baru datang terus kehujanan.”
“Aduh, nanti masuk angin, aku ambilkan minyak
angin ya.”
“Nggak usah Mbak, takut panas.”
“Lha iya biar anget gitu lho.”
“Maksud saya, taku panas kalau kena ini, lho
Mbak.”
“Ah Dik Windu bisa aja, mikiran apa sih kok
ngacung-ngacung kayak gitu,” kali ini Mbak Yati
mau melihat terpedoku, aku bahagia sekali.

“Ih, gede banget sih Dik.”
“Pernah aku ukur 17 cm kok Mbak,” Aku berjalan
mendekatinya.

“Dik Windu bisa aja, pake diukur-ukur segala,”
kupegang pundaknya, dan dia diam saja.
“Kok sepi Mbak, kemana anak-anak lain.”
“Anu.. khan, lagi bertemu Bapak Bupati,”
tampaknya ia agak gugup dan seperti mau
melangkah ke belakang. Tetapi kutahan dia,
bahkan ketika kucium pipinya ia diam saja.

Kulanjutkan dengan bibirnya, ia juga diam saja.
Bahkan memberikan sambutan yang hangat.
Kini Mbak Yati yang aktif menciumi tubuhku
dengan gemasnya, aku diam saja, dan kulucuti
pakaiannya. Ketika kubuka BH-nya, aku tertegun,
payudaranya masih kencang dan mulus,
ukurannya sedang. Perutnya ramping, cembung
di bawah, sedikit di atas jembutnya. Mbak Yati
terus menyerangku dengan kecupan-kecupan
yang membuatku kelabakan dan jatuh ke tempat
tidur karena terdorong oleh kuatnya desakan
Mbak Yati yang sudah telanjang bulat itu. Aku
hanya bisa memegang payudaranya sambil
memijat, mengelus dan memelintir putingnya.

Mbak Yati terus mengecup setiap inci dari
tubuhku, dadaku, lenganku, perutku dan pahaku.
Kejantananku yang sudah sangat keras
dipegangnya terus seakan sudah menjadi hak
miliknya saja. Dikecupnya ujung kemaluanku, aku
mengelinjang kegelian. Namun Mbak Yati tidak
meneruskan. Sambil tersenyum manis ia berkata,
setengah berbisik, “Nanti saja..” Sambil memeluk
dan menciumku dengan hangat dan
membalikkan posisinya sehingga aku berada di
atasnya. Kini posisiku lebih leluasa, aku bisa
pandangi kemolekan tubuh Mbak Yati, setiap senti
dari permukaan tubuh itu kuciumi dengan penuh
nafsu. Nafas Mbak Yati makin memburu, lama
kutempelkan pipiku pada perutnya. Perasaan
senang luar biasa menyelimutiku. Sambil
tanganku terus meremas-remas payudaranya.

Kuturunkan kepalaku ke bawah, kuciumi paha
sebelah dalam Mbak Yati, www.ceritaindo.sextgem.com hingga sampailah ke
jaringan lunak yang berada di tengah
selangkangannya. Kujilati benda itu, hingga Mbak
Yati menjerit kecil sambil mengangkat pantatnya
tinggi-tinggi, seakan-akan menginginkan aku
menjilatinya. Liang kewanitaan Mbak Yati sudah
sangat basah, aku terus menjilati daging kecil
yang ada di bagian atas kemaluannya, yang
menurutnya bernama “itil” ya mungkin bahasa
kerennya ya “klitoris” itu.

Setelah jenuh aku menjilati liang kewanitaannya,
aku bersiap-siap mengarahkan batang
kejantananku ke liang senggamanya, Dengan
cekatan ia bimbing batang kejantananku hingga di
depan gerbang kewanitaannya. Dengan sekali
sentak masuklah kepala burungku. Tampak
masih lumayan seret, sehingga tidak semuanya
langsung bisa menghujam ke dalam liang
kewanitaannya. Setelah beberapa kali maju
mundur barulah semuanya tenggelam hingga
kurasakan ujung kemaluanku menyentuh dinding
kewanitaannya yang paling dalam. Mbak Yati
melenguh, menjerit dan makin memelukku
dengan kuat. “Terus Dik.. terus Dik.. Tahan Dik,
aku.. mau.. keluar, Ohh..” Dia memelukku
dengan kuat sambil meluruskan kakinya, hingga
batang kejantananku terasa terjepit. Dengan
nikmatnya. Hingga akupun tidak tahan lagi
membendung air maniku bertahan. Aku segera
mencabut kejantananku dan kukocok-kocok
hingga muncratlah air maniku di atas perutnya.

Beberapa detik kemudian heninglah suasana di
kamar itu. Tampaknya hari sudah mulai malam,
hujan terus turun dengan derasnya. Namun
nafas Mbak Yati yang memburu dan tubuhnya
terbaring dengan lunglai. Aku terlentang di
sampingnya. Dia segera tertidur dengan kepala di
atas perutku, menghadap ke kemaluanku.

Akupun tampaknya terlena juga. Pada waktu
Mbak Yati membangunkanku, untuk makan
malam. Aku memakai piyamaku dan menuju ke
ruang makan, Mbak Yati mengenakan daster
yang tipis. Ketika kurogoh dari bawah dasternya,
ternyata ia tidak memakai celana dalam. Mbak Yati
mengelak dengan genit meskipun sempat
tersentuh juga.

Dalam percakapan selama makan malam, baru
kutahu bahwa dia mempunyai anak perempuan
yang sedang sekolah di Sekolah Pekerja Sosial di
Semarang. Setiap minggu ia pulang ke rumah.
Nani, anak Mbak Yati, memang manis dan supel.
Pada suatu hari minggu ia memang datang dan
aku sempat ngobrol dengan Nani. Waktu itu
ibunya sedang ada tugas mendampingi Pak
Kades menerima kunjungan anggota DPRD.

Saking akrabnya aku ngobrol dengan Nani,
hingga tidak canggung-canggung lagi ia masuk
keluar kamarku maupun sebaliknya. Bahkan
ketika Nani memintaku untuk membuat salah satu
tugas teks pidato, aku tanpa sungkan-sungkan
masuk ke kamarnya. Secara tidak sengaja aku
menemukan amplop kecil di atas meja
belajarnya. Ketika kubuka ternyata gambarnya
adalah gambar porno kategori XX. Nani cuek saja
ketika kuamati gambar-gambar tersebut. Tidak
terasa bagian bawahku mulai berontak.

Tiba-tiba Nani membungkukkan badan di
depanku, sambil ikut melihat gambar-gambar
porno tersebut. “Nani, nggak pakai BH lho..” Aku
kaget bukan kepalang, mendengar suara manja
itu, dan kulihat wajahnya sudah sangat dekat
dengan wajahku. Dan yang lebih dahsyat lagi
adalah, dengan posisi menduduk itu maka
payudaranya yang bebas tidak terbungkus BH itu
tergantung indah.

Aku segera meraihnya, sambil kucium bibirnya.
Sebagai tindakan naluri dan refleks priaku saja.
Nani membalasnya dengan tidak mau kalah
lahapnya. Kubuka T-shirtnya, dan kuciumi
putingnya yang kecil tetapi panjang, seperti
puting ibunya. Dan kulepas semua pakaiannya,
terakhir adalah celana dalamnya. Kuraih
kemaluannya, jembutnya masih jarang, sehingga
belahan liang kewanitaannya yang berwarna
merah jambu dapat terlihat dengan jelas. Ia
susupkan tangannya ke dalam celana pendekku.
Begitu menemukan batang pelerku yang sudah
sangat tegang ia lemas dan menarikku ke tempat
tidurnya.
Aku melepaskan pakaianku, hingga telanjang
bulat. Aku baringkan di tempat tidurku, dengan
posisi telentang, memberikan kesempatan bagi
Nani untuk menikmati bagian tubuhku yang
sangat kubanggakan itu. Benar saja, ia dengan
sigap meraih kemaluanku dan mengulumnya,
meskipun masih sangat tidak profesional, tetapi
kuhargai juga keberaniannya.

Barangkali ia hanya
ingin mempraktekkan apa yang pernah ia lihat
pada foto porno. “Jangan kena kena gigi,” seruku
ketika giginya menggesek ujung kemaluanku,
yang membuatku nyengir. “Eh sorry, Mas..” Lalu
ia jilati seluruh permukaan batang kejantananku,
hingga kedua pelerku tidak luput dari serangan ini.
Aku hanya meringis menikmatinya.
Setelah tidak ada lagi variasi darinya
memperlakukan kemaluanku, kubimbing dia
untuk terlentang. Ia menurut ketika kubuka pelan-
pelan pahanya, kini dengan jelas liang kewanitaan
yang manis bentuknya itu. Ketika kusibakkan,
kulihat warna merah menantang, sedangkan
lendirnya sudah banyak mengalir ke sprei
batiknya. Posisiku sudah siap untuk
menyetubuhinya. Batang kemaluanku sudah
tepat di depan mulut liang kewanitaannya.

“Nan, masih perawan nggak, aku masukin ya?”
pintaku.
Nani tidak menjawab namun dengan kuat ia
menarik bokongku, hingga amblaslah batang
kejantananku memasuki wilayah terlarangnya.
Memang baru separuh, sempit sekali, aku hampir
tidak tega ketika Nani meringis sambil
memejamkan matanya.
“Kenapa Nan, Mas cabut ya..”
“Jangan,” bisik Nani sambil menjepit punggungku
dengan kedua kakinya.
Kugerakkan maju mundur pelan-pelan, karena
sempitnya liang kewanitaannya. Membuat Nani
mengeleng-gelengkan kepalanya kekiri dan
kekanan hingga sebuah jeritan panjang. Namun
segera kuciumi mulutnya agar jeritan itu tidak
terdengar tetangga.

Orgasme Nani lama sekali, seperti orang
kesurupan, kepalanya kupegangi kuat-kuat agar
mulutnya tidak lepas dari ciumanku. Sehingga
suara jeritan itu tertelan sendiri. Badannya kejang,
pelukannya kencang sekali.
Akhirnya tumpahlah kenikmatan Nani. Aku sangat
gembira bisa memuaskannya. Biarpun maniku
belum keluar, aku puas sekali. Nani tertidur, aku
segera berpakaian, dan dengan berjingkat ke arah
kamarku dekat kamar Mbak Yati. Di depan kamar
Mbak Yati kudengar suara, saat kusingkap dan
aku terkejut ternyatan ada Mbak Yati. Aku
ketakutan dan hampir tidak bisa bicara. Dengan
suara seadanya aku mendesis, “Oh, Mbak kok
sudah pulang.” Tidak kusangka Mbak Yati
tersenyum manis, mendekatiku dan mencium
bibirku. “Jangan buat anakku hamil, ya.”
“Jadi, Mbak tahu kalau akau habis begituan sama
Nani?”
“He eh, anak sekarang memang lain dengan
jaman saya dulu, baru kenal sudah tidur bareng.”
Aku hampir tidak percaya ini, kemaluanku masih
belum lemas, karena memang belum keluar.

Mbak Yati tahu itu. Ia lepaskan celanaku dan
segera dihisap-hisapnya kejantananku dengan
lihainya hingga keluarlah maniku ke dalam
mulutnya. Mbak Yati tersedak, dan segera
menuju dapur meminum air kendi. Aku hanya
bengong saja. Lama tidak bergerak dari tempatku
berdiri. Kemaluanku tergantung dengan
santainya.


Adult | GO HOME | Exit
1/6052
U-ON

inc Powered by Xtgem.com